Syekh abdul qodir al jailani merebut keranjang ruh dari tangan malaikat maut sehingga semua ruh yang di cabut berhamburan dan kembali ke jasadnya masing masing (Ribuan mayyit hidup lagi), Sehingga malaikat maut menyesal sekali atas kejadian itu. Berikut kisahnya di dalam kitab hilyatul jalalah hal 15-16 واعلم ان تلاميذ القطب الرباني والغوث الصمداني سيدنا الشيخ عبد القادر الجيلاني رضي الله عنه يقول ومن كراماته انه توفي احد خدام الغوث الاعظم وجاءت زوجته الى الغوث فتضرعت والتجأت اليه وطلبت حياة زوجها فتوجه الغوث الى المراقبة فرأى في عالم الباطن ان ملك الموت عليه السلام يصعد الى السماء ومعه الارواح المقبوضة في ذلك اليوم فقال يا ملك الموت قف واعطني روح خادمي فلان وسماه باسمه فقال ملك الموت اني اقبص الارواح بأمر الهي وأؤديها الى باب عظمته كيف يمكنني ان اعطيك روح الذي قبضته بأمر ربي فكرر الغوث اعطاء روح خادمه اليه فامتنع من اعطائه وفي يده ظرف معنوي كهيئة الزنبيل فيه الارواح المقبوضة في ذلك اليوم فبقوة المحبوبية جر الزنبيل واخذه من يده فتفرقت الارواح ورجعت ال. ابدانها فناجى ملك الموت علي...
Riwayat Nenek Buyut. Al Allamah Al Syeikh Abdul Qodir Al Mandili Bin Shobir ( 1863 - 1934 M ) ( 1280 - 1352 H ) : Gurunya Guru para Ulama di Masjidil Haram.
Sekapur sirih.
Mengenal dan mengenang ulama merupakan salah satu unsur utama dan keberkahan yang tiada terhingga bagi umat. Karena melalui para ulama selaku pewaris Nabi ( Warosatul Anbiya) sampainya Islam, ilmu dan keteladanan menyinari zaman dari generasi ke generasi dalam dimensin dunia akhirat.
Warga #Mandailing_Natal ( #Madina ) khususnya pantas bersyukur dan takzim adanya putra Mandailing yang telah menorehkan kontribusi dan reputasi gemilang tingkat mancanegara yang berpusat di Haramain ( Makkah - Madinah ) dalam mengembangkan keilmuan Islam, menuntun dan membimbing murid secara turun temurun dari hingga cahaya Islam sampai kepada kita.
Demi kelestarian mata rantai ke ilmuan guru ke guru dan menambah khazanah pengetahuan bagi generasi muda Islam di #Madina yang dikenal religius dan kaya dengan khazanah keulamaan (serambi Mekkahnya Sumatera Utara ) maka tulisan ini kami uraikan.
Salah satu putra Mandailing yang telah menorehkan reputasinya pada akhir Abad 19 menuju awal awal abad 20 adalah Hadratus Syeikh Abdul Qodir Al Mandili Bin Shobir bin Afandi Bin Baginda Porang yang berasal dari #Hutasiantar #Panyabungan. Kabupaten Mandailing Natal ( Madina) sekarang.
Ketinggian ilmu nya diakui, kewara'annya diteladani sehingga dikenal sebagai ulama besar dan menjadi imam di Masjidil Haram di Makkah pada masa itu. Murid- muridnya banyak berasal dari berbagai daerah di Nusantara terutama Sumatera Timur, Semenanjung Melayu Malaysia, hingga Thailand. Termasuk ulama-ulama yang menyebarkan ilmu Islam di Madina sebagia besar pernah belajar kepada Syeikh Abdul Qodir bin Shobir.
Ulama Sezaman.
Ulama- ulama Haramain yang berasal dari Nusantara atau identik al Jawi semasa dengan Hadratus Syeikh Abdul Qodir Al Mandili di antaranya : Syeikh Ahmad Khatib Al Minangkabawi, seorang dari Patani Syeikh Muhammad Nur (1873-1943M), cucu Daud al-Fatani, dan beberapa orang dari Jawa, yaitu Syeikh Muhammad Muktar Betawi, Syeikh Shadhili Banten, Syeikh Ahmad Marzuki Banten, Syeikh Ahmad Djaha, Syeikh Mahfuz al-Tirmizi (1842-1920 M), Syeikh Abdul Hamid Kudus (1280-1334H) dan Tuan Muhammad Baqir bin Muhammad Nur (1887-1947M), seorang ulama dari Yogyakarta. (Laffan 2003: 175-176).
Belajar dan Mengajar
Kehidupan dan jalan perjuangan Syekh Abdul Qadir Al Mandili bin Shobir totalitas di bidang pendidikan dan ilmu Islam. Setelah menghafal Al Qur'an beliau belajar berbagai disiplin ilmu dan berkhidmad pada guru-guru terkemuka di Haramain. Menguasai ilmu tafsir, fiqih empat Mazhab, Tasauf dan lain-lain secara mendalam.
Diantara guru Syeikh Abdul Qodir Bin Shobir adalah Syekh Abu Bakar bin Muhammad Syatha, Syekh Said Ba Busail, Syekh Assaid Husain bin Muhammad Al Habsyi, Syekh Ahmad Zaini Dahlan, Syekh Abud bin Husian Al Maliki. Sedangkan di Madinah Syeikh Abdul Qodir sering menghadiri Majlis Taklim Sykeh Al-Barjanzi dan Syekh Falih Azhari dan lain-lainnya.
Syekh Abdul Qadir Mandili mulai mengajar di Masjidil Haram pada tahun 1317 H. Murid-muridnya membentuk lingkaran ( halaqoh ) diatas pasir sebagaimana biasanya pada waktu itu. Halaqohnya bertempat diarah Bab Ummi Hani (bab Al Hamidiah) di Masjidil Haram. Beliau mengajar setelah shalat Subuh, Ashar dan Shalat Magrib.
Mata pelajaran yang diberikan adalah Fiqh Syafi’I, Usul Figh, Tafsir, Hadist, Nahu, Sorof, Balaghah, dan kadang-kadang muridnya membacakan Ihya Ulumuddin, Kitabul Um dan Jamul Juwami dalam Ushiul Fiqh. Tafsir Al Ghazin, Tafsir Jalalain, Sahih Bukhari dan Muslim Lainnya untuk kemudian diterangkan beliau.
Disamping itu Syeikh Abdul Qadir Al Mandili bin Sobir memimpin Madrasah Dar al- Ulum al-Diniyah di Mekah semacam lembaga pendidikan agama yang lebih khusus. Syeikh Abdul Qodir menjadi salah seorang tokoh sentral ulama Nusantara di Haramain ( Makkah-Madinah ) sebagai ulama rujukan para penuntut ilmu dari berbagai penjuru. Jaringan muridnya menyebar di Indonesia, Malaysia dan Thailand. Beliau memiliki dan merupakan salah seorang imam besar di Masjidil Haram pada masa itu.
Sebenarnya ada dua ulama putra Mandailing yang sama-sama masyhur dan memiliki reputasi Haramain hanya saja beda masa di antara keduanya. Syeikh yang pertama bernama Abdul Qodir Al Mandili Bin Shobir berasal dari Hutasiantar Panyabungan ( 1863 - 1934 M ) yang kini kami uraikan perihalnya. Dan yang satu lagi Bin Al Mutholib ( 1910 - 1965 ) berasal dari Sigalangan. Abdul Qodir Bin Shobir relatif l populer di Haramain dan lebih senior dari sisi usia sedang yang satu lagi Bin Abdul Mutholib lebih populer di tanah Melayu dan lebih muda.
Terlibat Penyusun Metode Pendidikan di Masjidil Haram.
Pada pergantian abad 19 ke 20 pergulatan politik kekuasaan di Hijaz menegang menyusul meletusnya Perang Dunia pertama. Ketika kekuasaan Turki Otsmani runtuh
Syarif Husain sebagai penguasa/gubernur Makkah representasi Turki Otsmani beralih ke ibnu Su'ud, mengawali berdirinya kerajaan Arab Saudi seperti pemerintahan yang sekarang.
Diseputar fase inilah Syeikh Abdul Qodir Al Mandili bin Shobir berkiprah hingga menjadi ulama terkemuka di Makkah. Atribut "Al Mandili " makin dikenal sebagai identifikasi putra yang berasal dari Mandailing, Sumatera Utara. Sebelumnya atribut "Al Jawi" yang populer menunjukkan ulama tertentu berasal.dari Nusantara.
Kerajaan Turki Otsmani yang telah berkuasa selama 5 Abad tentu saja mempengerahui sisi budaya dan sistem pengajaran di Masjidil Haram, Makkah. Salah satunya mengenai bahas Arab.
Dalam penggunaan tata bahasa di pemerintahan mengalami asimilasi dan mempengaruhi kaidah bahasa Arab. Bahasa formal dan surat-surat kantor pemerintahan amburadul oleh pengaruh istilah-istilahb Turki yang menyebabkan jeleknya susunan (ta’bir) bahasa arab pada masa itu. Karena itu otoritas pendidikan Haramain melakukan pembenahan dan perbaikan agar penggunaan bahasa Arab lebih sesuai dengan tata bahasa yang semestinya
Maka sekitar tahun 1221 H otoritas pendidikan di makkah menyusun metode pendidikan dan pengajaran di Masjidil Haram dengan mengukuhkan 15 orang ulama terkemuka untuk melaksanakan tugas mendidik dan mengajar dalam rangka standardisasi bidang ilmu pengetahuan termasuk tentang bahasa Arab.
Tercatat dalam buku yang berjudul Aththawalii Assaniah fi Mizani Attadrisil jadid fil Masjidil Harom – Makkah Al-Mukarramah tahun 1331 H., berkaitan dengan pengukuhan para pengajar di Masjidil Haram, diantara 15 orang ulama yang terpilih tersebut adalah :
1. Asad bin Ahmad Addakhan.
2. Muhammad bin Abdur Rahman Abu Husain al-Marzuki.
3. Muhammad Murod al-Ghozani.
4. Umar bin Abu Bakar ba Janaid.
5. Said bin Muhammad al-yamin.
6. Abdul Qadir Al Mandily (Mandailing).
7. Abas bin Abdul Aziz al-Maliki.
8. Muhammad Amin bin Muhammad ali Mirdad.
9. Muhammad Jamal bin Muhammad al-Amin al-Maliki.
10.Muhammad Ali bin Husain al-Maliki.
11. Abdul Karim Addaghastani.
12. Salih bin Muhammad ba Fadhal.
13. Muhammad Ahmad Hamid.
14. Abu Bakar Khufeir.
15. Ahmad Abdul Latif Khatib.
Syekh Abdul Qadir Al Mandili Bin Shobir adalah urutan yang ke 6 dari 15 ulama yang terpilih semacam majelis penyusun standardisasi pendidikan di Masjidil Haram, satu satu orang orang Mandailing.
Setiap muslim mengidamkan dapat berangkat Makkah-Madinah untuk mengerjakan rukun Islam ke lima. Dahulu disamping bertujuan menunaikan ibadah haji ada pula meyempatkan diri untuk menuntut ilmu kepada ulama-ulama di Masjidil Haram.
Bisa berangkat haji atau tujuan untuk menuntut ilmu bukan soal mudah. Dibutuhkan biaya, tekad dan persiapan fisik mental yang baik. Pada masa itu dengan menggunakan kapal layar perjalanan ke tanah suci membutuhlan waktu lama, butuh waktu berbulan-bulan dengan transportasi kapal laut yang masih sederhana. Mengarungi samudera dari Sumatera perjalanan ke tanah suci penuh dengan segala macam risiko. Apabila orang ke Makkah sudah tekad dan siap-siap untuk tidak kembali lagi.
Ketilka di pelaksanaan haji pun demikian, bukan sekedar datang, usai haji lantas pulang kembali. Bisa berbulan bulan bahkan tahunan supaya rampung bisa pulang. Maka itu, tersedia waktu panjang untuk berguru agama kepada ulama-ulama kaliber Haramain disamping beribadah penuh.
Demikian perihal berkunjung kepada Syeikh Abdul Qodir Al Mandili Bin Shobir banyak didatangi orang- orang dari berbagai daerah, Nusantara maupun orang-orang Sumatera, Mandailing, Melayu maupun Thailand. Ada yang sekedar bersilaturrahmi di sela masa pengerjaan haji, ada yang mau bertanya atau belajar sementara dan tentu saja banyak yang khusus hendak menuntut ilmu dengan tekun sampai ke tingkat mumpuni untuk kemudian bisa mengajar atau mencapai predikat ulama.
Model Ajar Mengajar pada Masa Syeikh Abdul Qodir
Sifat hubungan antara murid dan guru dalam sistem pendidikan tradisional tempo dulu jauh berbeda dengan di modern sekarang. formalistis serta mengutamakan kemampuan intelektuslitas murid-murid. Tetapi sistem "klasik" tradisionalistis lebih mengedepankan kesungguhan dan khidmad. Sehingga terjalin hubungan intensif subjektif penuh hormat dan cinta antara murid dan guru
Murid biasanya menaruh rasa hormat dan kecintaan kepada gurunya, meneladani akhlaknya dan bertabartuk yang dengan itu keberkahan atas ilmu ilmu berpadu dalam kegiatan ajar mengajar sebagaimana mengikuti hubungan ajar mengajar/bimbingan Rasulullah kepada sahabat dan penerapan model yang mirip oleh genereasi generasi seterusnya. Khidmad, tabarruk, kecintaan yang kemudian menumbuhkan keberkahan ilmu. Bukan atas dasar kepintaran intelektulitas belaka.
Syekh Abful Qodir Al Mandili bin Shobir yang berasal dari Nusantara atau Mandailing dikenal sebagai ulama dengan halaqoh pengajian yang ramai.
Ada bebera halaqoh perguruan di Masjidil Haram pada saat itu. Masing-masing halaqoh dikelilingi murid. Sementara pimpinan halaqoh atau ulama besar ternama diminati berdasarkan asal daerah maupun spesialisasi kepakaran ilmu dan akhlak kewara'annya.
Pada masa itu dinamika ajar mengajar di Masjidil Haram sangat dinamis dan berragam, Terdapat halaqoh dari berbagai mazhab atau firqoh sehingga para jamaah atau penuntut ilmu memiliki preferensi guru atau ulama yang diminati nya. Tentu saja, sangat lazim jika misalnya orang yang berasal dari Mandailing cenderung mendatangi ulama sedaerahnya sendiri.
Halaqoh Syeikh Abdul Qodir Al Mandili Bin Shobir banyak dikunjungi pendatang dan murid dari Nusantara terutama dari Sumatera atau Mandailing. Juga murid-murid yang belajat di madrasah Darul 'Ulum Ad Diniyah. Kelak mereka-mereka yang datang kepada Syekh Abdul Qodir banyak pula kemudian menjadi ulama di berbagai daerah atau di tempat asalnya masing-masing.
Diterangkan oleh beberapa muriid Syeikh Abdul Qodir Al Mandili Bin Shobir seperti Syekh Mahmud Sylhabuddin, Syekh Mustofa Husein pendiri pesantren Mustofawiyah Purba Baru, Al- Ustaz Abdul Qahhar Muzakir mantan Rektor Al-jami’ah Al- Islamiyah sewaktu mereka berguru bahwa Syekh Abdul Qadir sangat fasih dalam berbicara, pelajaran yang disampaikannya mudah dimengerti dengan argumentasi yang kuat dan cara mengajarnya sangat memukau.
Keberadaan halaqoh ini sempat dikomentari Ustad Abdussomad ketika berceramah di pesantren Mustofawiyah Purba Baru tahun 2019, betedar di Youtube. Bahwa halaqoh Syeikh Abdul.Qodir Al Mandili paling ramai dihadiri orang
Murid-murid tuan Syeikh Abdul Qodir Al Mandili Bin Shobir.
Banyak ulama-ulama di berbagai daerah di Nusantara. Di Sumatera Timur, Semenanjung Melayu Malaysia, hingga Thailand yang belajar ke Makkah dan dinisbahkan ke Syeikh Abdul Qodir Al Mandili termasuk ulama-ulama yang kemudian menyebarkan ilmu Islam di Madina Angkola, mereka yang sempat belajar melalui Syeikh Abdul Qodir Al Mandili bin Shobir.
Berdasarlan naskah berjudul Jaringan Keilmuan Antara Ulama Mandailing-Angkola Dan Ulama Semenanjung Melayu : Erawadi, murid-murid Syeikh Abdul Qodir Al Mandili diantaranya adalah Syeikh Sulaiman, Syeikh Ali Hasan Ad Dairy, Muhammad Ja'far, Muhammad Ya’kub ( keduanya putra kandung Sech Abdul Qodir, pernah belajar di madrasah Darul 'Ulum Ad Diniyah yang kemudian mukim.dan mengabdi di Panyabungan, Madina hingga wafatnya.
Murid dari wilayah Nusantara lainnya termasuk Semenanjung Melayu di antaranya adalah Syeikh Abdurrahim Perak, Syeikh al-Habib Abdullah Mufti Syafi`iyyah Perak Ipoh, Syeikh Muhammad Ali Kuala Kangsar, Syeikh Saleh bin Muhammad Idris al-Kelantani al-Makki.
Sementara murid dari daerah Sumatera Timur di antaranya Syeikh Zainuddin Bila, Syeikh Hasan Maksum Medan Deli. Dari pulaunJawa Syeikh Daud bin Mahmud al-Jawi, Syeikh Abdul Lathif Mantu`, Syeikh Utsman Tegal, Dari daerah Sumatera Selatsn : Syeikh Zainuddin al-Palembani, Syeikh Muhammad Husein al-Palembani al-Makki, dan Syeikh Muhsin al-Musawa al-Palimbani al-Makki.
Adapun murid dari Mandailing Angkola di antaranya Syeikh Ahmad Zein, Syekh Mustafa Husein, pendiri pesantren Musthofawiyah , Syeikh Abdul Halim bin Ahmad Khathib al-Mandili (Tuan Naposo), Syeikh Syamsuddin bin Abdurrahim al-Mandili, Syekh Ja'far Abdul Wahab (Tuan Mosir,), Syeikh Abdul Wahab, Muaramais, Syeikh Muhammad Solih, Sigalapang Julu, Syeikh Zainuddin, Panyabungan Jae, Haji Muktar Harahap, Padang Bolak Syeikh Ahmad Zein (orangtua dari Syeikh Ali Hasan).
("Barokalloh, ..Ilaahadhirotii Syaikhuna...Al Fatihah...')
Dari Hutasiantar ke Tanah Suci.
Identitas etnis asalnya senantiasa disematkan oleh tuan Syeikh Abdul Qadir di belakang namanya : Al Mandili yang berarti berasal dari Mandailing. Eksistensi etnis Mandailing atau Mandili dari pulau Sumatera menjadi lebih dikenal dan harum di Haramain.
Syekh Abdul Qodir adalah putra Mandailing bermarga Nasution, kakek ayahnya Syeilh Abdul Qodir sendiri merupakan seorang panglima perang di kerajaan Hutasiantar bernama Baginda Porang.. Urutan silsilahnya, Syeikh Abdul Qodir bin Shobir Bin Afandi Bin Baginda Porang. Artinya di dalam darahya mengalir darah pemimpin pejuang.
Reputasi sebagai guru para guru (Syeikh Syuyukh) atas halaqoh nya dan memimpin Madrasah Dar al-Ulum al-Diniyah di Mekah menempatkan Syekh Abdul Qodir Al Mandili Bin Shobir menjadi salah seorang tokoh sentral ulama Nusantara di Haramain yang kemudian jaringan guru-muridnya menyebar di Indonesia, Malaysia dan Thailand. Sedikit banyaknya memilki relevansi dengan latar belakang kuatnya Islam di Mandailing atau Madina, gudangnya para ulama atau Madina dijuluki sebagai "Serambi Mekkah" nya Sumatera Utara.
Belum terdapat kesepakatan ilmiah yang utuh kapan persisnya agama Islam masuk dan berkembang di Mandailing. Namun, salah satu hal yang menarik seputar pengembangan Islam di Mandailng Natal ( Madina ) ialah apa yang dilakukan oleh Raja Khuria Hutasiantar : Sutan Kumala Yang Dipertuan Hutasiantar.
Salah satu literatur Belanda mencatat, bahwa Sutan Kumala Yang Dipertuan Hutasiantar adalah seorang raja pejuang pejuang yang turut berperan mendorong tumbuh kembangnya Islam di Madina. Belanda menjulukinya sebagai raja ulama. ( Blog of Basyral Hamidi Harahap: 2014 ). Hal ini menunjukkan apabila umaro ( raja ) berkolaborasi dengan ulama akan menghasilkan harmonisasi dalam mengembangkan Islam di Mandailing hingga dijuluki Serambi Mekah saat ini.
Konon Raja Khuria Hutasiantar ketika hendak berangkat menunaikan haji ke Tanah suci membutuhkan pendamping. Tertarik membawa Abdul Qodir Bin Shobir karena ia juga simpatik pada ketaatan serta budi pekertinya yang telah dikenal baik di kalangan Hutasiantar.
Ayahnya bernama Shobir mengasuh Abdul Qodir dengan penuh dengan kasih sayang serta bimbingan dan nilai-nilai ajaran Islam. Maka berangkatlah Abdul Qodir bersama rombongan Raja Khuria Hutasiantar ke Mekkah sekitar tahun 1291 H. Umurnya baru sekitar 11 tahun pada saat itu. Usia yang baru menuju masa remaja.
Setelah rampung melaksanakan ibadah haji rombongan Raja Khuria Hutasiantar kembali pulang ke Mandailing kecuali Abdul Qodir. Beliau bertekad tinggal menetap di Makkah dengan tekad menuntut ilmu kepada ulama-ulama masyhur di Masjidil Haram.
Ditemukan juga literatur yang berpendapat bahwa Abful Qodir lahir di Makkah ketika ayahnya bernama Shobir kelahiran Hutasiantar bermukim di sana. Pada umur 4 (empat) tahun ayahnya Shobir membawa pulang. Di Hutasiantar Abdul Qodir belajar dasar-dasar agama pada ayahnya. Kemudian setelah berusia 13 tahun Shobir mengirimnya kembali ke tanah suci.
Pendapat kedua ini di luar sepengetahuan penulis. Sebab cerita yang kami terima dari orang tua adalah pendapat yang pertama lahirnya di Hutasiantar.
Belajar & Mengajar.
Setelah tuntas menghapal al-quran, Abdul Qodir belajar berbagai macam mata pelajaran dengan sungguh-sungguh. Beliau mengikut majelis perguruan ulama-ulama termuka di Masjidil Haram. Hatinya senantiasa didorong semangat belajar, mengkaji dan musyawarah serta gemar mengadakan munafasyah dengan teman-temanya atas berbagai masalah-masalah. Teman-teman dekat Syekh Abdul Qadir Mandili adalah Syekh Umar Ba Junaid, Syekh Abdul Karim Addaghastani dan Syekh Jamal Bin Muhammad Al- Amir Al-Maliki serta yang lainnya.
Adapun para guru Syekh Abdul Qodir Bin Shobir diantaranya adalah Syekh Abu Bakar bin Muhammad Syatha, Syekh Said Ba Busail, Syekh Assaid Husain bin Muhammad Al Habsyi, dan juga Syekh Ahmad Zaini Dahlan, Syekh Abud bin Husian Al Maliki, dan lain-lain. Sedangkan di Madinah beliau sering menghadiri Majlis Taklim Sykeh Al-Barjanzi dan Syekh Falih Azhari dan lain-lainnya.
Kesungguhan dan keta'atan Syekh Abdul Qadir Mandili membuahkan hasil dan kemudian secara resmi diperkenankan membentuk halaqoh pengajian sebagai imam besar Masjidil Haram kira-kira pada tahun 1317 H. Murid-muridnya membentuk lingkaran di atas pasir sebagaimana biasanya pada waktu itu, bertempat di arah Bab Ummi Hani (bab Al Hamidiah) di Masjidil Haram.
Waktu mengajar Syekh Abdul Qodir biasanya ba'da Subuh, ba'da Ashar dan Ba'da Magrib. Dengan Mata pelajaran Fiqh Syafi’I, Usul Figh, Tafsir, Hadist, Nahu, Sorof, Balaghah. Disamping itu ada materi pembahasan Ihya Ulumuddin, Kitabul Um dan Jamul Juwami dalam Ushiul Fiqh. Tafsir Al Ghazin, Tafsir Jalalain, Sahih Bukhari-Muslim dan lainnya.
Keluarga dan Keturunan Syekh Abdul Qodir Al Mandili Bin Shobir.
Syeikh Abdul Qodir Al Mandili menikah dengan wanita kelahiran Arab bernama Khadijah. Dari perkawinan ini melahirkan dua orang perempuan dan tiga orang laki-laki. Kedua putrinya meninggal sewaktu masih kecil. Pernah terjadi hujan deras yang menimbulkan musibah banjir besar di kota Makkah. Pada saat itu dua anak kandungnya meninggal sekaligus. (Sungguh ujian berat. Makin tinggi pohon ketaqwaan makim besar goncangannya)
Syeikh Abdul Qodir pandai mendidik, terbukti anak-anaknya menjadi orang pandai di jalur ke Islaman. Ketiga putra hafal al Qur'an ( Alhafiz ) dan kemudian menjadi ulama panutan di tempat masing-masing mengabdi. Mereka adalah Syeikh Muhammad Ja'far lahir tahun 1896 di Makkah kemudian mengabdi di Panyabungan ll sejak sekitar tahun 1920 M hingga akhir hayatnya,
Putra kedua Syekh Abdul Qodir yaitu Syeikh Muhammad Ya'qub. Menjadi ulama panutan dan mengajar di rumahnya di Kampung Bargot Hutasiantar Panyabungan dan kadangkala berdakwah Ke beberapa desa diPanyabungan. Sedangkan putra keduanya adalah Syeikh Abdussalam yang pernah tinggal dan ikut pergerakan di Bandung sebelum akhirnya menetap di Jeddah, Saudi Arabia. Adik dibawah langsung Syekh Ja'far yakni Hajjah Zainab yang ikut berperan mengajar dan membimbing kegiatan kaum wanita di Panyabungan.
Syeikh Ja'far menikah dengan wanita Panyabungan Julu asal Manambin tinggal di Muarapungkut Kotanopan, bernama Syarifah ( nama kecilnya Nur Melan), putri dari Syeikh Mahmud seorang ulama di Panyabungan Julu. Dari perkawinan ini lahir sebagai cucu Syeikh Abdul Qodir ( secara berurutan ), 1.Siti Hajar, 2.Siti Rabiah, 3.Kholid ( meninggal muda ). 4.Abdullah ( meninggal kecil ), 5.Murad ( meninggal kecil), 6.Khollad, 7.Khuwalid, 8. Khadijah, 9.Malikasna, 10.Kholdun, 11.Nurlela dan 12.Muhammad (meninggal kecil).
Adapun anak dari anak Syeikh Abdul Qodir, Syeikh Muhammad Ya'qub yang menikah denga Darwisyah wanita Hutapungkut, Kotanopan adalah : 1. Ya'muri, 2.Ya'is, 3.Yasykuri, 4.Yazid, 5. Yafeah ( meninggal kecil), 6.Yani'ah, 7.Yasdad, 8.Ya'ruf, 9.Ya'la, 10.Yakinah, 11. Yasfi.
Sedangkan cucu Syeikh Abdul Qodir dari Syeikh Abdussalam mengawini wanita Jawa Barat, yaitu : 1. Sahla. Kemudian hijrah kembali ke Makkah Mengawini wanita Arab, lahir : 2. Shobir, 3. Abdul Qodir, 4.Bahijah, 5.Naseer.
Dan anak perempun Syeikh Abdul Qodir yang seibu dengan Syekh Ja'far yakni Hajjah Zainab yang menikah dengan Haji Maksum dan membuahkan keturunan : 1. Alawiyah, 2.Abdul Hay dan 3. Adawiyah.
Anak Syeikh Abdul Qodir buah pernikahan dengan wanita Hutasiantar. melahirkan satu anak yakni H. Abdul Hamid, dengan keturunannya : Abdul Waris dan Ni'ah. Sementara dari isterinya asal Hutasiantar juga, lahir Siti Rahmah yang menikah dengan Abdul Hamid ( di Pasar Jae, Panyabungan ), keturunannya : 1. Sofiah, 2.Siti Anggur, 3.Ikhsan, 4.Ahmad, 5.Ustad Abdul Baist, 6. Fatimah, 7. Abdul Basid, 8.Siah,9. Abdul Rahim, 10. Immah dan 11.Abdul Halim. Kemudian Halimah yang menikah dengan Ridwan membuahkan keturunan : 1. Mas'ad, 2.Musaddad, 3. Marwan, , 4. Ma'mar,, 5.Muslih Sedangkan putra paling bungsu Syeikh Abdul Qodir adalah Taisir (Medan), menikah dengan wanita bernama Murti, dengan anak tunggal yakni Sahlun.
Walaupun lahir dan sampai dewasa di lingkungan Makkah tetapi kultur dan komunikasi di dalam keluarga Syeikh Abdul Qodir tetap erat dengan budaya Mandailing. Bahasa pengantar sehari-hari di rumah menggunakan bahasa Mandailing. Terbukti semuanya tidak canggung berbahasa Mandailing ketika hijrah ke Panyabungan.
Mempersembahkan Putranya ( Mengabdi ) ke Madina.
Bukan hanya murid-murid Syeikh Abdul Qodir Al Mandili yang kemudian menyebarkan ilmu. agama ke tanah air. Menyinari alam pikiran masyarakat Madina ilmu agama lewat pengabdian murid-muridmya. Bahkan anak sulungnya yakni Syekh Muhammad Ja'far dipersembahkannya untuk mengabdi ke Madina.
Syekh Ja'far yang lahir pada tahun 1896 dan tumbuh belajar di Makkah merupakan pengembang tahfiz al.Qur'an di Madina. Sumbangsih ini diabadikannya pada Masjid Raya Panyabungan yang diprakarsainya dengan nama Al Qurro Wal Huffaz.
Ketika Syeikh Abdul Qodir Al Mandili berkunjung ke Panyabungan, para pemuka setempat meminta kepada beliau agar diberikan guru pengajar agama menggantikan Syekh Hasan yang kebetulan wafat di Panyabungan. Permintaan ini dipenuhi. Syekh Abdul Qodir setelah kembali ke Makkah, beliau mengarahkan putra sulungnya sendiri turun ke Panyabungan, yakni Syekh Muhammad Ja'far.
Perubahan Keadaan di Masjidil Haram
Situasi politik di tanah Hizas bergolak sembari tuntuhnya Turki Ustmani maka perubahan dan perombakan besar besaran terjadi di Haramain. Paham keislaman yang diusung kerajaan Ibnu Suud mengedepankan paham Wahabi. Karena itu hampir seluruh dinsmika dannsistem pengajaran Ilmu di Masjidil Haram berubah total.
Halaqoh-halaqoh yang tidak sejalan dengan pemerintahan baru dihentikan. Paradigma perbedaan mazhab dihapus dan Wahabiyah secara resti merupakan paham yang diakui. Hanya hukum.dan ilmu ilmu menurut wahabi yang boleh diajarkan. Sementara ulama-ulama yang menentang kehendak pemerintahan mendapat hukuman tegas.
Pada era revolusi di Haramain demikian sekitar tahun 1341 H. Syeikh Abdul Qodir masih sempat keluar dari Makkah dan berangkat ke Penang, Malsysia. Beliau dierima oleh sahabat dan murid-muridnya sewaktu di Makkah dan tentu saja sambil mengajarkan ilmunya.
Sewaktu di Penang Syekh Abdul Qodir menerima serangan stroke yang membuat tangan dan kaki kirinya lemah. Akan tetapi setahun kemudian beliau kembali sehat. Lalu Syeikh Abdul Qodir kembali ke Makkah. Namun sejak saat itu tepatnya tahun 1343 H beliau berhenti mengajar di Masjidil Haram.
Kendati masih diminta mengajar di Masjidil Haram. Namun Syeikh Abdul.Qodur tetap tinggal dirumah dan tidak keluar rumah kecuali, untuk sholat berjamaah di masjidil Haram. Atas permohonan murid-muridnya beliau kembali mengajar tetapi khusus dirumahnya sendiri di kampung Ajyad, Ajyad Syarii Al-Mathbaah Jabal Banat, Makkah Al Mukarromah.
Kelak rumah Syekh Abdul Qodir tersebut dijadikan tempat singgah tinggal bagi para pelajar-pelajar dari Madina. Sebelum akhirnya rumah ini digusur pemerintah Arab Saudi karena diperlukan untuk perluasan-perluasan Masjidil Haram.
Tutup Usia
Pada waktu siang Dhuha hari selasa tanggal 26 Rajab tahun 1352 H Syekh Abdul Qodir Al Mandili Bin Shobir kembali kepada Khaliknya Azza Wajalla (Wafat), setelah sakit lebih dari 1 bulan. Jenazah almarhum diberangkatkan pada waktu ashar ke Masjidil Haram dan disholatkan oleh banyak orang bersama ulama-ulama terkemuka. Di imami sahabatnya sendiri Syekh Umar bin Abu Bakar Ba Junaid.
Menurut paham Wahabi. pemakaman tidak diberi tanda baik posisi maupun nama, setiap maqam diratakan hanya diberi sekedar tanda berberapa biji batu. Setelah dua tahun biasanya jazad dipindahkan ke tempat lain.
Pada maqam Syeikh Abdul Qodir al Mandili ada kemuliaan.. Pada tahun 2010 pernah digali untuk dipindahkan, namun jazad Syeikh Abdul Qodir ak Mandili masih tetap utuh. Karena dianggap sebagai pertanda kekhususan pengurus pemakaman tidak jadi memindahkannya. Syeikh Abdul Qodir al Mandili dimakamkan di Ma'lah satu kawasan pemakaman dengan makam Siti Khadijah ( isteri Rasulullah ).
Alhamdulillah...
Oleh : Yamukrin Arsyad Yazid (cicit) bin Yazid Yaqub bin Muhammad Yaqub bin Abdul Qodir Al Mandili Bin Shobir Bin Afandi bin Baginda Porang.
Komentar
Posting Komentar